30 September 2011

30 September

Tangan mengepal 
Tangan sembunyi 

Ada yang bergerak namun sunyi 
Tersisa tanda tanya, kebungkaman, dan menunggu mati

Keraguan kita menawarkan ideologi 
Kebenaran menjauh, meringkuk, sendiri 
Kemudian layu justru tatkala mentari pagi 

Kita malah sepi 
Semakin tidak peduli

16 September 2011

Bila Malam Sudah Jatuh

Bila malam sudah jatuh
dan angin semakin riuh
Sampailah pula aku pada lutut simpuh

Pada hening bulan yang gelisah
Separuh hati yang ragu merekah
Aku titipkan diri padaMu ya Allah

Bersyukur hidup masih bisa dirasa
bahagia dunia masih dapat diraba
dan senyum simpul haru
bahwa aku manusia masih dicintaiNgya

Hidup laksana liat yang bergulat
dengan jemari Sang Empunya

08 September 2011

Hujan Pertama

guyurannya membuat resmi sore cerah ini jadi sumringah

panas berbulan terbasuh singkat oleh curahan tirta bersimbah

aku bergeming, anakku apalagi
kami menikmati semilir anginnya

ihwal hujan di tengah kemarau, kami beri nama hujan pertama

anakku diam mengaguminya
aku berharap dari curahannya

semoga sapaanmu membawa pesan
semoga yang kami harapkan
tapi lebih, agar segenap Tuhan yang berkehendak

hujan pertama, aku dan anakku menikmatinya
kami dengan masing-masing diri kami

06 September 2011

Layang-layang, Benang, dan Anginnya Persis Di Hadapanku

Hingga puncak ketinggian dan akhirnya putus oleh lawan
Lanjutnya engkau bersabung dengan angin tiupan

Benang seutas tak cukup jadi kemudi
Diri berpasrah pada kama andalan
dan hembusan liar yang membawa terbang

Seperti manusia yang binasa oleh nafsunya
gerakmu tangkas namun terombang-ambing
hingga semacam silap sadar tersangkut di kawat listrik perumahan
melilit-lilit dan melibat seluruh badan
semakin meronta semakin sempit gerakan

sampai akhirnya, engkau diam
tampak menyesali geliatmu sendirian

Aku yang berpolah dari nafsu
jadi bisu menatapmu hilang kutik
Semula gesit, sejurus geming oleh libatan

Kita semua meronta tatkala berhadapan dengan binasa
Sunyi ketika sadar...polah yang gesit hanya kalah oleh sekelibat utasan

Hujan Malam Sinchia

lagi,
gerimis lalu deras dalam perjalanan

menepi,
tak ada pilihan kecuali memang kesumat sangat untuk pulang

senyum jadi mati,
selain kaki lima bersimpul di hati menjaja dagangan

di malam sinchia ini
selalu, hujan menawarkan pilihan dan menuai keputusan

musibah atau rejeki
untuk yang di rumah atau seperti aku yang masih di tengah jalan

(Pada malam Sinchia 2010)

03 September 2011

DariNya

Kita kerap memulai diri dariNya
Sampai jemu dan kita pergi tanpa muka

Sesekali saja, bila perlu, kita ingat padaNya

Sampai pada nadir
Barulah seluruh penjuru diri
Sembah dan pasrah

Saat demikian, hidup sepanjang hayat menepuk bahuku
"Kemunafikan besar atau penemuan berulang 'kebinasaan dan pertobatan'?"