26 September 2014

8.Satu



Anak-anak itu
Kalau diingat lucu
Semula malu
Kenal tanpa rasa, hanya ada hati yang lugu
Makin ke sini, makin terbuka dan tak tahu malu

Anak-anak itu
Kalau diingat aku akan merindu

Pada langit-langit kelas yang menyejarah oleh haru biru
Pada taplak meja yang lusuh dan membisu
Pada tawa canda sela yang seru
Suram kelas namun penuh cerah gairah oleh senyum yang tak pernah jemu
Kuncup umur yang sebentar lagi melesat berlomba menjadi nomor satu

Tak ada kepalsuan
Hanya kerap pura-pura yang menyembunyikan kesungguhan

Itu anak-anak di 8.1 dahulu
Dua fase yang bertemu
Aku yang sekejap dan berlalu
Mereka sang muda yang berlari, mencari, dan merangkai arti padu
Sepotong pengalaman ringkas yang hinggap, melompat, dan meninggalkan sekeping pilu

Kami dalam peralihan
Belum sempat mengucap pesan
Di akhir persimpangan, kami melepas pandang

Kalau ada waktu
Dan itu nanti tentu
Pastikan kita bertemu
Bukan pada murid dan guru, yang belajar dan yang ditiru
Tapi kita dalam perkelahian hidup
Menyabung nyawa pada hal-hal yang tak akan redup

Pertemuan,
persahabatan,
dan ingatan-ingatan yang tercipta untuk keabadian

Bilamana itu tiba
Pastikan hidupmu bernyali dan bermakna
Karena kita akan bertukar cerita
Memberi tafsir pada kemanusiaan kita

25 September 2014

Senyumnya

aku memperoleh rasanya
walau tak dipunya

momen saat terjadi
itulah yang kusimpan dalam memori

agar ketika tak kujumpa
aku ingat garis tipis yang melintang indah dari bibirnya

laksana pelangi sore datang
muncul tanpa pesan,
sekejap menghilang
meninggalkan kesan

indah dan tak terbantahkan

24 September 2014

Teh di pagi hari

Teh pagi ini
Wangi melati
Pemberian dari hati

Manisnya pagi ini
Dari maksud yang murni
Terasa hingga kedalaman sanubari

Kalau saja tiap pagi seindah ini
Manisnya rasa dan hangatnya mentari
Surga sudah ada sejak di bumi

23 September 2014

Untuk Kamu Di Sana



Kamu setengah dewasa
Tidak perlu lagi sedu sedan
Tak pantas lah lari sebagai jawaban
Hadapi semua dan ambillah makna darinya

Kamu tidak lagi dimanja
Masa di mana segala keinginan adalah kebutuhan
Rengek yang menjadi peluruh permintaan
Usah kau gunakan lagi, sudah bukan waktunya

Kini berubah

Kamu sudah bisa dipercaya
Menjaga ibumu adalah darma yang mesti engkau emban
Hadir dalam doa dan hatinya, tentulah kebahagiaan
Kenyataan ia di sini, engkau di sana

Bilamana bisa
Wujudkan harapmu dalam bisikan
Ibumu kan mendengarkan
Ia akan berusaha

Terakhir,
Kamu tidak sendiri
Kami ada di sini
Meski kita tidak seindah yang kamu bayangkan
Namun, semoga keindahan itu adalah pengertian

Tetaplah berjalan

Kamu tidak sendirian

Cobalah tengok ke belakang

Doa kami panjatkan

Perempuan tua di pinggir jalan



Perempuan tua di pinggir jalan
Mengemis dan mandamba harapan

Duduk, mata mengiba dan mulut penuh dengan kamitan
Apalagi dalam hidupnya selain menunggu kematian?

Belas kasih sehari, sebulan, setahun tak kan mengubah kenyataan
Bilamana dia sediakala, hidup hanya membentang penderitaan

Mungkin, baginya kebahagiaan adalah kematian
Saat yang ditunggu untuk tidak lagi melihat pagi dan malam
Melainkan moksa yang melepas segala wujud keduniawian:
Sakit, senang
Tawa, tangisan
Termasuk harapan

Bila Tuhan kau temukan
Tanyakan mengapa mesti ada harapan dan penderitaan

21 September 2014

Kata sayang yang belum sempat terucap

Maafkan nak,
bila ibu mengharapmu tapi harus melepasmu
Situasi yang belum pernah ibu perkirakan dan peroleh kekuatan untuk membatalkan

Maafkan...
Ibu hanya diam dan menyimpan

Maafkan nak,
untuk untaian peristiwa yang mestinya kita jalani bersama
namun selalu berujung imajinasi belaka
Air mata pasti jatuh di dada
Walau tetesnya tak pernah nyata
Dan Ibu hanya diam dan menyimpan

Maafkan nak,
untuk kata sayang yang belum sempat diucapkan
Namun engkau telah mengambil langkah kedewasaan
Menapaki jalan pulang

Ibu berharap ... sesekali engkau sudi menoleh dan kita dapat beradu pandang

Nak...
Kata itu masih ada di hati dan ingatan
Menunggu waktu kita dalam perjumpaan
Hingga saat itu, ibu diam dan menyimpan

Ibu yang merindu dan engkau yang menunggu

Semoga keabadian nanti adalah Kita dan kebahagiaan

Ibu janjikan
Kali ini Ibu tidak akan tinggal diam

Maaf

maaf malam ini

untuk setiap perjalanan kita yang sederhana namun penuh kenangan

untuk kata manis yang selalu terungkap manakala hati mendapat melankolis

untuk kenyataan garis tipis nan kuat yang kokoh di antara kesadaran
menyentak hebat justru saat kita bersandaran

untuk tangisan lubang di dada yang terkoyak dan
untuk tatapan mata sebelum engkau menghilang dan aku beranjak pulang

lambaian tangan yang tak pernah kukira sedihnya

untuk kenyataan waktu yang tak bisa diulang agar aku mendapat lagi kesempatan
saat untuk kembali berjumpa, berkenalan, dan menyatakan hati yang terdalam

maaf,
untuk aku yang telah hadir untukmu
memberimu cerah mentari dan melukis pelangi
namun aku tak bisa menyelesaikannya