28 November 2008

Fajar Sore

Baru saja hujan berhenti. Alam seperti lelah dan kalah. Yang tersisa tinggal genangan dan suasana diam, meski untuk sejenak. Mungkin orang-orang kaget akan ketiba-tibaan ini. Yang semula deras kini telas. Pohon-pohon diam. Tak lagi berirama seperti angin kencang satu jam tadi.

Yang muncul adalah fajar sore. Iya fajar sore, dan aku tak main-main. Boleh saja ini senja, namun daya pancarnya seindah dan seharap ufuk subuh. Sore yang menjelang malam ini justru layaknya harapan yang merekah di pagi hari.

Aku langsung bergegas ke selatan. Benar. Gede-Pangrango bersolek ria oleh sepuhan fajar sore. Puncak-puncaknya membumbung dihiasi anting-anting awan. Putih menawan. Aku seperti berada di kakinya. Tak tahan tuk segera menapak.

Sore yang semula guyuran kini masih tetap begitu. Hanya memang materinya yang berubah. Tak apa. Aku senang.

Rintik gerimis itu mengandung anak romantis. Kini ia lahir dan menangis. Tapi bukan air mata, melainkan  cahaya.

Semburat jingga yang memendarkan riang di dada. Siapapun akan dibuat bahagia. Aku percaya.

0 comments: